VoxLampung.com, Bandar Lampung – Seorang pengasuh pondok pesantren (ponpes) di Lampung Tengah berinisial AD melakukan pencabulan terhadap santrinya. AD diduga berbuat asusila kepada salah satu santrinya yang berusia 18 tahun.
Santri tersebut sudah dipulangkan dari Ponpes ke rumahnya. Kasus pelecehan itu telah dilaporkan ke Polres Lampung Tengah pada Desember 2022 lalu.
Kasatreskrim Polres Lampung Tengah Ajun Komisaris Polisi (AKP) Edi Qorinas membenarkan adanya laporan pelecehan tersebut.
“Iya benar, laporan itu kami terima diakhir tahun 2022,” kata Edy.
Kendati demikian, kasus tersebut kini telah dihentikan oleh Unit PPA Polres Lampung Tengah, lantaran korban telah mencabut laporannya dan sepakat menyelesaikan masalah tersebut melalui jalur perdamaian.
“Kedua belah pihak sudah sepakat berdamai, keluarga korban juga sudah mencabut laporannya,” terang Edy.
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Lampung Profesor Mukri mengatakan, kasus asusila yang dilakukan pengasuh ponpes terhadap santri mesti mendapat perhatian lebih. Pasalnya, menurut Mukri, jika dilakukan pembiaran dan tidak diproses hukum, dikhawatirkan tidak menimbulkan efek jera bagi pelaku asusila.
“Kasus ini perlu mendapat perhatian kita bersama, tidak hanya oleh aparat penegak hukum,” kata Mukri.
Menurut mantan Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Intan itu, apabila kasus ini terkesan diabaikan dan tidak mendapat perhatian yang serius, maka berpotensi akan terulang lagi.
“Di sini pentingnya peranan penegakan hukum oleh aparat terkait, agar dapat menimbulkan efek jera bagi pelaku dan menjadi pelajaran bagi kita semua,” ungkapnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Lembaga Advokasi Anak (LAdA) Damar Lampung Sely Fitriani mengatakan, korban pelecehan seksual dipastikan akan mengalami trauma mendalam terhadap apa yang dialaminya.
Sely bilang, korban pelecehan seksual harus mendapat pendampingan khusus guna memulihkan psikologisnya. “Kepercayaan merupakan hal yang sangat besar bagi korban kekerasan seksual,” katanya.
“Jika anak mengalami kekerasan seksual di mana pelakunya adalah orang terdekat bahkan keluarga sendiri, akan membuat seorang anak merasa dikhianati dan sulit percaya terhadap orang lain,” lanjut Sely. *
Komentar